journal of a learner

one effort to write. one effort to be a lifelong learner

Friday, April 07, 2006

Tanggapan atas Dr. Ioanes

Tulisan ini merupakan tanggapan saya atas tulisan Dr. Ioanes Rakhmat yang dimuat dalam Koran Tempo, Minggu 26 Maret 2006 berjudul Pornografi dalam Teks-teks Keagamaan.

Dalam tulisan tersebut Dr. Ioanes mencukil beberapa isi buku sebagai wakil dari teks-teks keagamaan. Yang menjadi rujukan beliau adalah tulisan-tulisan Jalaluddin Rumi dan Alkitab yaitu Kitab Kidung Agung dalam kanon Perjanjian Lama. Dipaparkan bahwa dalam tulisan Rumi yang sufi itu dan dalam Kitab Kidung Agung terdapat sentuhan erotis sensual pada beberapa teksnya. Maka beliau menegaskan bahwa teks-teks keagamaan ternyata bisa tidak terlepas dari pornografi, jadi penting untuk mengetahui tujuan orang ketika ia memakai dan mengajukan teks atau gambar porno sebelum kita menjatuhkan atasnya vonis moral, legal, ataupun politis.

Tanggapan pertama, mengapa Dr. Ioanes hanya membahas teks-teks keagamaan dari 2 agama saja, padahal ada 6 agama resmi di Indonesia. Menurut saya akan lebih baik jika teks keagamaan dari agama-agama lain terutama Hindu juga dibahas mengingat umat Hindulah yang selama ini merasa tidak sependapat dengan umat Islam dan Kristen dalam memandang porno-tidaknya sesuatu. Seperti misalnya pada tulisan jiwamerdeka mengenai Dewa Achintya-nya (Cerpen Abu Bakar). Selain itu, menampilkan teks keagamaan dari 2 agama saja dikhawatirkan mengarah pada pembandingan 2 agama tersebut.

Tanggapan kedua, mengenai teks yang digunakan/dibahas yaitu tulisan sufi Jalaluddin Rumi dan Kitab Kidung Agung dalam Kanon Perjanjian Lama. Saya sendiri tidak mengerti kedudukan Kitab Kidung Agung tersebut bagi umat Kristiani. Saya hanya bisa memperkirakan bahwa sebagai bagian dari Alkitab, kitab suci gereja, maka Kitab Kidung Agung berperan sebagai pedoman umat Kristiani seperti halnya Alkitab itu sendiri.

Hal ini berbeda jauh dengan tulisan-tulisan Jalaluddin Rumi. Rumi adalah seorang sufi dan penyair setelah jaman Rasulullah dan kekhalifahan (Khulafaur Rasyidin, 632-661 M). Sebagai seorang sufi yang mendalami sufisme (tasawuf), Rumi (1207-1273 M) dapat menyentuh umat manusia lintas agama karena tasawuf sendiri menghendaki hakikat cinta antara manusia dengan Tuhannya, tidak peduli manusia mana agama apa. Bahkan pada satu titik, penganut tasawuf menginginkan derajat untuk bisa bersatu dengan Tuhannya seperti halnya sepasang kekasih yang ingin menyatu, bisa merasakan dan mencintai satu sama lain secara utuh. Namun tulisan-tulisan Jalaluddin Rumi bukanlah pedoman bagi umat Islam, bukan pedoman beribadah bukan pula pedoman hidup. Pedoman hidup umat Islam adalah Al-Quran dan pegangannya adalah Al-Hadits (As-Sunnah). Adanya tulisan-tulisan dari para imam dan ulama merupakan ijtihad (usaha) yang dilakukan umat muslim untuk memahami pedoman hidup tersebut. Ijtihad itu sendiri terus diperbaiki dan dikembangkan sesuai konteks umat pada jamannya.

Dilihat dari segi bahasa, imbuhan ke-an dapat menyatakan tempat atau daerah seperti pada kata kerajaan; menyatakan hal atau peristiwa seperti pada kata kebersihan, kewajiban; menyatakan kena atau menderita sesuatu seperti pada kata kedinginan; dan menyatakan dapat di- seperti pada kata ketahuan (Fasih Berbahasa Indonesia, Gorys Keraf dan Frans Asisi Datang, Penerbit Erlangga, 1997). Arti imbuhan ke-an yang paling cocok untuk ‘keagamaan’ adalah yang menyatakan hal atau peristiwa. Jadi teks keagamaan berarti teks mengenai hal agama. Maka teks keagamaan dapat mencakup segala teks mengenai agama: kitab suci agama, buku pelajaran agama, kumpulan syair mengenai agama, buku konsultasi agama, dan banyak lagi.

Jadi teks keagamaan dalam kapasitas apa yang sebenarnya hendak dibahas oleh Dr.Ioanes? Rasanya tidak adil jika tulisan seorang sufi disejajar-bandingkan dengan (bagian) Alkitab.


1 Comments:

At 11:03 PM , Anonymous Anonymous said...

http://arai.level9-team.or.id

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home