journal of a learner

one effort to write. one effort to be a lifelong learner

Saturday, January 23, 2010

Penakut? Siapa?

Bayangkan. Jika Anda tinggal di perkampungan di tengah hutan dan rumah Anda terletak di garis terluar kampung itu. Halaman belakang Anda adalah tanah "tak berpenghuni-manusia seluas mata memandang. Yang ada hanyalah pohon rambutan, duren, petai, jengkol, kecapi, melinjo, dan rumpun-rumpun bambu.

Lalu bayangkan. Anda sedang berada di kamar Anda, sendirian. Di malam hari. Di luar hujan begitu deras. Lalu listrik padam. Apa yang akan Anda lakukan? Kalau saya, dan teman-teman serumah saya, berteriak, "YAAAAAA.........." dan secara spontan serentak menggabung di ruang tengah. Duduk berhimpitan. Melly bahkan berkeras ingin duduk di tengah. Lalu kami tiba-tiba menjadi begitu kritis pada penampilan yang lain.
"Mbak dibuka dong mukenanya!"
"Nafa diiket dong rambutnya, jangan digerai!"
"Teh Lia rambutnya jangan dicepol ke atas!"
Semua itu demi meminimalisir imajinasi kami yang kadang datang tanpa permisi.

Setelah keributan mereda, terdengar suara jendela yang mengayun-ayun. Kusennya terhantam-hantam bingkai kaca jendela. Keributan baru terjadi.
"Aaah...jendela siapa tu yang belum ditutup??!"
"Aku udah", jawabku yakin karena saat pulang kantor sore tadi sengaja menengok jendela kamar dan teman sekamarku telah menutupnya. Tapi lalu jadi tak yakin karena teringat jendela kamar saya agak longgar jadi harusnya juga diganjal.
"Jendela Teh Lia?" tanyaku untuk mengemukakan kemungkinan lain.
"Ih, jendelaku gak pernah dibuka!" jawabnya yakin.
"Jendela Melly?"
"Duh, iya deh kayaknya....jendela Melly yang belum ditutup."
"Aaaah......!" kami koor lagi.
"Tutupin dong Mba Winy. Melly ga berani."
"Aku gak mau kalo sendiri. Ya udah kita bareng-bareng aja. ", kata saya.
"Ayo!" jawab Melly.
"Hei, jangan! Nanti aku sendirian," kata Teh Lia yang sedang makan.
"Ya udah Naf, kita berdua! ajakku pada Nafa.
"Yuk!" jawabnya.
"Periksa...periksa...ayo periksa....," kami menyemangati diri sendiri.
Sampai di kamar, kami mendekati jendela dengan ragu-ragu, mengendap-endap, seakan menghadapi musuh yang tak terlihat.
Nafa maju menyingkap jendela.
"AAAAA........!" kami berteriak. Tak jelas kenapa. Hanya meluapkan rasa yang menguat dalam hati saja.
"Ngapain sih kita teriak?" tanya Nafa.
"Ga tau, " saya nyengir.
"Ayo Naf, buka yang satunya, " kataku.
"Mba Winy aja ah," jawabnya.
"Ga mau ah, aku kan tugasnya megangin senter," saya ngeles.
Nafa membuka tirai yang satunya, bersamaan dengan bunyi derit dan hantaman kusen, bam!
"AAAAAaaaaaa...., " kami hambur ke luar kamar. Tertawa-tawa bersama yang lain, geli pada kelakuan kami sendiri.
"Bener tuh jendela Melly yang belum ditutup, " kata Nafa.
Wajah Melly memelas.
"Ayo Naf, kita tutup," tarikku ke kamar Melly.
Saat Nafa menutup jendela, kami berdiam diri dalam tegang dan merinding. Alhamdulillah akhirnya jendela kamar Melly berhasil ditutup. Kami keluar kamar dengan langkah ringan dan pasti.

Tapi....belum juga kami kembali duduk berjejeran demi penghangatan diri dan ketenangan hati, terdengar lagi suara itu, bam!
"Yaah...suara dari mana tuh?" ucap Melly, pertanyaan semua orang.
Saya dan Nafa mencari sumber suara, langkah membawa kami ke kamar Nafa&Teh Lia. Loh kok di sini, pikir saya, bukannya Teh Lia yakin bahwa jendelanya tertutup?
"Ah, masa' sih Naf di sini?" tanya saya.
Nafa menjawab dengan menyingkap tirai kamarnya. Bam!

Adegan pun terulang: kami lari ke luar kamar sambil teriak histeris tak jelas.
"Teteh gimana sih, itu (bunyi) jendela Teteh!" protesku.
Teh Lia dengan wajah tanpa dosa dengan ekspresi bertanya-tanya menjawab tenang,
"Aku gak punya jendela..."
"Aaaargh, jendela KAMAR Teteh!"


*yang menyebalkan dari kejadian ini adalah, besok paginya Melly bilang ke orang-orang yang datang ke rumah kami bahwa saya penakut. Ga sopan se-ga sopan-ga sopannya!*

2 Comments:

At 8:35 AM , Blogger Billy Antoro said...

saya tidak yakin para penghuni rumah benar-benar takut pada kondisi itu. memang takut, namun karena dihadapi bersama, takut menjadi sesuatu yg tak lagi harus dihindari. sebaliknya, takut menjadi hal yang dinikmati.

 
At 6:59 PM , Blogger Winy said...

aah....menikmati rasa takut, betul betul betul...sepertinya memang begitu yang kami rasa :D

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home