journal of a learner

one effort to write. one effort to be a lifelong learner

Wednesday, April 12, 2006

Wanita di Samudra

Dalam buku Jepang Dewasa Ini yang diterbitkan The International Society for Educational Information, Inc. pada tahun 1989, dituliskan bahwa pada bulan April 1988 Badan Keselamatan Maritim (Jepang tentunya) mengangkat seorang wanita sebagai nahkoda kapal patroli untuk pertama kali dalam 40 tahun sejarahnya. Hal ini distimulasi oleh Tahun Wanita Internasional PBB pada tahun 1975 dan Dasawarsa Wanita PBB yang berakhir tahun 1985 sehingga pemerintah Jepang mulai mendesakkan tindakan tambahan dalam memajukan persamaan di tempat kerja. Pada bulan Mei 1985 Diet Nasional (Parlemen Jepang) menyetujui UU Kesempatan Bekerja Yang Sama, diberlakukan pada tanggal 1 April 1986. Tidak disebutkan nama nahkoda wanita tersebut.

Sementara di Indonesia, saya belum menemukan datanya.

Jauh sebelum abad ini, wanita Aceh telah berkesempatan dan berhasil memperlihatkan ketangguhannya di Samudra. Pemerintahan al-Mukammil membentuk Armada Inong Balee (Armada Janda) yang beranggotakan seribu janda para syuhada yang gugur dalam pertempuran di Teluk Haru melawan imperialis Portugis. Dalam perkembangannya banyak juga gadis yang menggabungkan diri. Inilah satu-satunya armada wanita dalam sejarah dunia (Amatullah Shaffiyah, Seorang Ibu Sebuah Dunia Berjuta Cinta, GIP, Jakarta 2002).

Armada ini dikomandoi oleh Laksamana Keumalahayati (Malahayati), lulusan Akademi Militer Baital Maqdis yang berdiri pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Ri’ayat Syah Al-Qahhar (1537-1571 M) di Aceh. Keperwiraan Laksamana Malahayati dan armadanya disegani lawan. Pada tanggal 21 Juni 1599, Cornelis de Houtman dan adiknya, Fredericjk de Houtman membawa armada dagangnya merapat di pelabuhan Aceh. Sultan al-Mukammil menerima mereka sebagai rekanan dagang sewajarnya. Namun setelah terbukti bahwa mereka membuat kekacauan dengan memanipulasi perdagangan, menghasut, dan menimbulkan keributan, Sultan mengusir mereka. Karena dipersenjatai oleh Pemerintah Hindia Belanda, Houtman bersaudara pun membangkang dan menyerang. Sultan menugaskan Laksamana Malahayati untuk menggempur mereka. Cornelis de Houtman tewas di tangan Laksamana Malahayati sendiri, Fredericjk de Houtman ditawan dan sisanya terluka. Peristiwa ini menimbulkan pengakuan lebih jauh atas ketangguhan mereka, Marie Van Zuchtelen pun khusus mengabadikannya dalam buku Vrouwelijke Admiraal Malahayati.

Jikalau kita meneropong lebih jauh lagi, kita akan menemukan keperwiraan wanita di samudra yang lain. Ummu Haram adalah seorang shahabiyyat. Beliau bergabung dalam armada penaklukan Kepulauan Cyprus dan syahid di sana.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home