journal of a learner

one effort to write. one effort to be a lifelong learner

Wednesday, September 22, 2010

Manusia Memang Bisa Merencanakan Saja

Manusia merencanakan, Allah menentukan. Begitulah. Seperti suatu sore di Ramadhan kemarin.

Aku telah mengira-ngira agar segalanya tepat. Aku memperhitungkan akan membuat masakan yang terasa sedap, dengan anggaran yang harus kubatasi, pas untuk berdua saja, dan bisa selesai tepat sebelum maghrib saat berbuka puasa sehingga semuanya masih hangat dan segar saat dimakan. Aku juga ingin, saat waktu itu tiba, cucianku sudah terangkat dari mesin cuci dan terjemur di tambang belakang rumah mertua suamiku. Di saat yang sama, lantai rumah juga harus sudah kupel. Dan harusnya aku juga sudah mandi dan berdandan sehingga bisa menyambut suamiku pulang kerja. Lalu kami akan menunggu adzan maghrib bersama, berbuka puasa bersama. Setelah shalat maghrib, kami akan makan malam lalu berangkat tarawih di masjid. Segalanya harus tepat agar efisien.

Maka kumulai dengan berbelanja di tukang sayur yang membuka kiosnya di seberang jalan. Tadinya aku berpikir bisa membeli bahan-bahan segar di sana, lalu membeli makanan-makanan kaleng atau makanan beku di toko swalayan yang dicapai dengan 3 menit naik angkot. Selain sebagai pelengkap, juga sebagai simpanan jika suatu saat kami telat terbangun sahur atau aku dapat mengajukan alasan masuk akal untuk tidak ke tukang sayur. Ternyata di tukang sayur aku menemukan beberapa makanan awetan seperti baso, cireng siap goreng, otak-otak, nugget, sosis, dll. Jadi aku tidak perlu ke toko swalayan, hemat waktu, ongkos, dan energi.

Sampai di rumah, aku menghampar bahan-bahan yang kubeli dan berpikir-pikir apa yang bisa kubuat dari bahan-bahan tersebut. Kombinasi baso dengan tahu putihkah? Atau perkedel tahu dan sayur buncis? Apakah otak-otak akan disajikan saat berbuka atau sebagai lauk makan malam? Kuputuskan membuat sebuah kreasi tahu-sosis dan sup baso. Jika sup tidak habis, bisa dimakan lagi saat sahur. Jika tahu-sosis habis malam ini juga, aku akan menggoreng otak-otak untuk sahur.

Oke, tahu-sosis harus terhidang panas saat berbuka nanti. Maka setelah adonan siap, aku sisihkan dulu dan menggoreng kerupuk. Setelah itu baru kemudian kugoreng tahu sambil mencuci baso yang tadi sudah kuseduh dan mengiris sayuran kecil-kecil. Sebelum selesai menggoreng aku sudah mulai membuat sup. Keduanya siap hampir bersamaan. Lalu aku berlari ke rumah mertua suamiku yang berjarak beberapa meter dari kontrakanku, mengangkat pakaian yang kering dari jemuran dan menjemur pakaian yang masih ada dalam mesin cuci. Kembali di rumah, kucuci perabot lalu mengepel lantai. Setelah menyetel rice-cooker ke indikator cooking, aku mandi.

Pukul enam kurang sepuluh menit, nyonya rumah sudah cantik dan wangi. Tahu-sosis sudah cukup hangat untuk dimakan. Teh manis panas siap dituang ke gelas-gelas yang telah kuatur di samping tekonya. Brownies tiramisu yang kemarin dibawa suamiku dari Bandung terhidang di piring saji. Lantai rumah sudah wangi dan higienis, seperti yang tertulis di label botol obat pel. Kuperkirakan nasi akan tanak di saat kami akan makan, maka kami bisa makan nasi yang masih segar dan rice-cooker bisa langsung dicabut, hemat listrik. Semua harus efisien. Nyonya rumah duduk manis menunggu suaminya. Muncul godaan untuk mengirim pesan, tapi ia akhirnya memutuskan untuk tetap menunggu saja.

Pukul enam kurang lima menit, sebuah pesan masuk. Dari suamiku.

sedang menyimak ust.A*M* bicara

Aku baru ingat, sore ini suamiku diundang buka puasa bersama. Ah……apa pula arti segala usaha efisiensiku ini. Hahaha…

1 Comments:

At 12:38 AM , Blogger Billy Antoro said...

Oh ternyata istriku begitu baik. Allah yang akan membalas kebaikanmu, Dik. MAs juga nanti balas juga deh...

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home