journal of a learner

one effort to write. one effort to be a lifelong learner

Wednesday, May 10, 2006

Franz Ferdinand, JK Rowling, dan Trias Politika

Jika kita perhatikan perkembangan band-band Inggris belakangan ini, maka kita akan mendapati nama-nama seperti S (Club) Seven, So Solid (Crew), atau yang cukup popular belakangan ini: Franz Ferdinand (dengan outfit yang mengingatkan kita pada The Daltons, musuh bebuyutan Lucky Luke), dan Scissor Sisters. Apakah ini suatu tren baru dalam menamai band? Kita tau ada saaatnya band-band menamai mereka dengan menambah embel-embel angka di belakangnya, misalnya Blink 182, SUM 41, tapi bukan itu yang mau saya bahas, melainkan kecenderungan band Inggris menamai band nya dengan 2 kata yang berima di awal. Apakah ini tren sementara? Ataukah memang ada sejarahnya orang Inggris menyukai sesuatu yang berima di awal? Pada karya sastrawan mereka, misalnya? (anak Sastra Inggris, bantu dong………..).

Saya mempertanyakan itu karena saya menemukan hal yang sama pada tulisan JK Rowling. Dalam buku Harry Potter yang melegenda itu, terutama seri ke-4nya: Harry Potter and the Goblet of Fire, kita bisa temui bahwa nama-nama klub Quidditch (olahraga sihir) terdiri atas 2 kata yang berima di awal. (maksud saya dengan “berima di awal” adalah huruf awal kedua kata, bukan suku kata awal) Sebut saja Chudley Cannons, Wimbourne Wasps, dan Montrose Magpies. Bahkan dalam buku Quidditch Trough the Ages karangan Kennilworthy Whisp (tentu saja ia tokoh imajiner JK Rowling), seluruh klub Quidditch Inggris dan Irlandia yang tergabung dalam Liga Quidditch berima sama- kecuali Puddlemere United- mulai dari Appleby Arrows hingga Wimbourne Wasps.

Nah, karena itulah saya bertanya-tanya. Sebenarnya, band-band Inggris itu terinspirasi oleh tulisan JK Rowling, ataukah justru tulisan JK Rowling yang mengangkat kehidupan sosial masyarakat Inggris? Coba kita lihat buku lainnya, Fantastic Beasts & Where to Find Them by Newt Scamander. Salah satu beast yang menarik perhatian saya adalah Runespoor, ular berkepala tiga sepanjang 1,8 atau 2,1 meter berwarna oranye pucat dihiasi garis-garis hitam. Menurut para Parselmouth yang memelihara mereka, setiap kepala Runespoor mempunyai kegunaan yang berbeda-beda. Kepala sebelah kiri (sebagaimana terlihat oleh penyihir yang berhadapan dengannya) adalah perencana, yang memutuskan ke mana Runespoor akan pergi dan apa yang akan mereka lakukan. Kepala di tengah adalah pemimpi, yang bisa bergeming berhari-hari, tenggelam dalam impian yang agung sekaligus asyik berkhayal. Kepala sebelah kanan adalah pengkritik dan akan menilai usaha-usaha yang dilakukan kepala sebelah kiri dan tengah dengan desisan marah tanpa henti. Runespoor jarang mencapai umur panjang, karena ketiga kepala itu cenderung saling serang satu sama lain. Sering terlihat seekor Runespoor yang kepala sebelah kanannya hilang, sementara dua kepala lainnya saling lilit dan saling gigit.

Mungkin nilai moral yang coba diajukan JK Rowling adalah bahwa meskipun kita saling berdekatan, jika kita tidak saling bekerja sama maka kehancuranlah yang kita terima. Tapi saya membiarkan diri berpikir jauh, bahkan sampai mengaitkannya ke politik. Kepala kiri Runespoor seperti pihak yang sedang berkuasa, mencoba merencanakan dan menjalankan kebijakan-kebijakan pembangunannya. Sementara kepala kanan adalah pihak oposisi yang selalu mengkritik usaha pihak berkuasa. Kepala tengah? Mungkin senat atau golongan orang yang bermimpi akan adanya dunia yang lebih baik tanpa ada usaha nyata.

Tapi kalau teringat teorinya John Locke, Runespoor itu saya rasa seperti Trias Politikanya Indonesia. Kepala kiri itu badan eksekutifnya, alias Presiden dan Kabinet Indonesia yang berusaha menjalankan roda pemerintahan. Kepala kanan adalah badan legislatif alias DPR yang senantiasa mengkritik usaha badan eksekutif. Kepala tengah permisalan dari lembaga yudikatif yang senantiasa bermimpi akan terbangunnya Indonesia sebagai Negara hukum tapi hakim agungnya saja (diduga) korupsi (hakim gitu lho!). kalau seekor Runespoor sering terlihat kehilangan kepala kanannya, Indonesia juga sering kehilangan peran badan legislatifnya. Yang sering loyo, mandul menghadapi kekuasaan eksekutif. Tapi kan ini pikiran saya saja yang jauh menerawang, dan inilah yang disebut orang melantur.

Kembali ke masyarakat Inggris. Sekali lagi saya bertanya-tanya, apakah tulisan JK Rowling ini mencoba mengangkat apa yang terjadi di masyarakatnya? Itu hal yang biasa bagi penulis kan? Coba kita lihat beast yang lain di buku itu, Lethifold namanya. Disebut juga Jubah Hidup, berupa jubah hitam dengan ketebalan mencapai 1,25 cm, meluncur di tanah pada malam hari, umumnya menyerang korban yang sedang tidur. Begitu mangsanya berhasil dibuat lemas (dengan mencekik dan membungkus korban dengan tubuhnya yang dingin) Lethifold mencernanya saat itu juga di tempat tidur mereka, ia hanya dapat dikalahkan dengan mantra Patronus yang sulit dilakukan jika anda adalah penyihir yang sedang tidur. Lethifold tidak meninggalkan jejak apapun, baik jejak dirinya sendiri maupun jejak korbannya, maka banyak penyihir yang memanfaatkan keadaan itu demi tujuan jahat mereka, berpura-pura telah dibunuh Lethifold. Seorang penyihir bernama Janus Thickey lenyap dengan meninggalkan catatan tertulis di meja samping tempat tidurnya, “Oh tidak seekor Lethifold menyerangku, aku jadi lemas”. Diyakinkan oleh tempat tidur yang kosong dan bersih yang menunjukkan bahwa benar sejenis makhluk telah membunuh Janus, istri dan anak-anaknya menjalani masa-masa berkabung yang berat, yang tiba-tiba terhenti ketika Janus ditemukan sehat walafiat 5 mil jauhnya, tinggal bersama wanita pemilik Green Dragon (saya rasa ini nama bar). Hehehe. Apakah ini cermin sebagian masyarakat Inggris? Terserah Anda untuk menilainya……