journal of a learner

one effort to write. one effort to be a lifelong learner

Thursday, March 18, 2010

Cerita Farhan #2

Farhan adalah anak berumur 4 tahun yang lincah. Ia mudah akrab dengan orang lain. Seperti anak lainnya, rasa ingin tahunya begitu besar. Jika ada orang-orang yang menarik baginya, ia akan mendekati, memperhatikan sambil menopang pipinya dengan telapak tangan, jika orang tersebut melakukan sesuatu yang menarik baginya, ia akan segera merespon. Tak peduli ia kenal orang itu atau tidak.Sehingga orang-orang pun tertarik padanya.
Kadang Farhan berjalan sambil berceloteh-celoteh sendiri. Mungkin dia punya teman khayalan. Farhan juga responsif terhadap musik. Badannya lincah sekali menari kalau ada musik, mimik mukanya yang seakan begitu menghayati, goyang pinggulnya, tangannya, ah, semua menarik hati dan begitu lucu.

Karena lucu dan menggemaskan, Farhan sering kali disapa dan diajak bermain bersama. Kalau sudah mengajak main Farhan, orang-orang dewasa juga suka memintanya menari.Dan kalau Farhan sudah menari, orang-orang akan berkumpul "menontonnya". Ternyata ada seseorang yang justru kasihan melihatnya. Lalu ia bertanya pada Ayah Farhan, "Pak, gimana perasaannya melihat anak bapak seperti itu? Malu gak pak?"
Ayah Farhan pun menjawab, "Enggak bu. Waktu kecil saya juga sering begitu. Malah pernah ada yang manggil saya di jalan, trus saya disuruh begitu, eh saya dikasih uang!"
Hyaah....dia ditanggep. :D

Bawa Uang

Di tempat saya yang baru, orang-orang tidak perlu membawa uang kemana-mana. Bukan karena sistem uang plastiknya sudah canggih, tapi karena transaksi jarang terjadi. Mau makan, sudah disediakan 3 kali sehari. Mau ngemil di kantor, juga sudah tersedia. Mau cemilan lain, pilihan tidak banyak, sementara jarak penjualnya berjauh-jauhan (berjualan di rumah masing-masing), atau kepadatan aktivitas yang tidak sempat memikirkan cemilan lain. Mau beli keperluan kantor, minta bendahara. Pasar lumayan jauh, mall jauh banget. Beli baju dari teman kerja, bisa bayar pas gajian. Bayar arisan dan sekolah anak pun sudah diurus kantor penggajian. Transportasi tinggal jalan kaki, naik mobil yayasan, atau ngojek dengan dibiayai kantor (kalau urusan kantor). Jadi, di tempat saya, selama masih berada di kampung Cihideung, kemana-mana tidak bawa uang tidak masalah. Saya pun ikut terbiasa tidak membawa uang kemana-mana. Paling selembar sepuluh ribuan saja untuk jaga-jaga. Kadang tidak membawa uang sama sekali.

Suatu hari, sekelompok guru yang tergabung dalam Tim Pembinaan Siswa ditugaskan ikut rapat di kantor pusat di Jakarta. Mobil milik yayasan mengantar mereka, plus supirnya. Sampai KM 45, mereka berhenti di SPBU dan mengisi tanki bensin. Sesudah bensin terisi penuh, Pak Rian merogoh kantongnya untuk mengambil dompet, hendak membayar bensin. Wah, ternyata dompetnya tertinggal di rumah. "Ada yang bawa duit ga?" tanyanya pada penumpang yang lain. Pak Harun menggeleng. Bu Yuni menggeleng. Bu Rahma menggeleng. Pak Kus menggeleng. Biasanya, kalau tugas ke kantor pusat juga tidak perlu bawa uang, kalau tidak berniat beli oleh-oleh buat orang rumah. Transportasi jelas ditanggung, makan juga, jadi buat apa bawa uang. Semua orang masih membawa kebiasaan di Cihideung. Pak Cecep sang pemegang setir pun jadi bengong. Jadi siapa yang bayar inih?

Akhirnya semua orang membongkar tas, kantong, dan dompetnya. Sedikit-sedikit uang dikumpulkan, akhirnya cukuplah untuk membayar bensin. Sementara niat ke toilet ditahan dulu selama bisa ditahan. Khawatir dimintai uang kebersihan oleh pengurus toiletnya, hehe....

Cerita Farhan

Farhan berumur 4 tahun, masih duduk di TK A. Punya teman bernama Caca. Caca punya banyak sekali VCD Ultraman. Jadi setiap main ke rumah Caca, tivinya pasti bergambar Ultraman. Satu CD bisa diputar berulang kali dalam satu hari. Berbeda dengan Caca, Farhan lebih tertarik pada Power Rangers. Jadilah ia minta dibelikan VCD Power Ranger pada Ayah.

Untuk membeli VCD Power Ranger, Ayah harus menempuh jarak minimal 9 km. Itu pun kemungkinan mendapat VCD bajakan. Tapi demi putra kesayangannya, Ayah pun berangkat.

Pulangnya, Ayah segera mengajak Farhan menyetel VCD Power Ranger. Farhan pun tak sabar. Seperti biasa ia berekspresi macam-macam, begitu lincahnya. VCD berputar, film pun dimulai. Setelah beberapa menit, mulailah adegan Power Ranger melawan monster. Mereka menendang, menyabet pedang, meluncurkan sinar, dan segala kesaktian lainnya. Farhan berteriak-teriak, bukan karena merasa seru, tapi, "Heeei, berhenti! Berhenti! Gak boleh berantem! Kata bu guru gak boleh berantem!"

Akhirnya Farhan meminta Ayah mematikan VCDnya. Kata bu guru kan gak boleh berantem, begitu argumennya. VCD yang bertulis 7 in 1 itu pun harus dihentikan pada kisah pertamanya dan tersimpan rapih hingga sekarang.

Wednesday, March 03, 2010

Pssst....

Psst..... can you hear it?
There's summer parade in my heart ^_~