journal of a learner

one effort to write. one effort to be a lifelong learner

Saturday, January 30, 2010

ATP

Seorang guru bertemu dengan seorang anak yang meraih medali emas Olimpiade Sains Internasional. Kata guru yang lain, "Dia itu bu, tahun kemarin sudah dapat perak!". Yang berarti, kelas 1 SMP saja, saat baru lulus SD, saat teman-temannya masih berpikir soal main dan adaptasi dari SD ke SMP, dia sudah meraih perak. Ga heran kalo tahun ini dia begitu cemerlang.

Sang guru bertanya pada guru sang anak, "Dia punya temen ga pak?"
Guru sang anak menjawab, "Engga."


Maka....

Sang guru mendekati sang anak. "De', nama kamu siapa?"
Sang anak menjawab, "Andira Teguh Pratomo*"
Sang guru bertanya, "Kamu tau ga, kalo disingkat jadi apa?"
Sang anak mengangguk, "Tau. ATP kan bu? Adenosin trifosfat. Bentuk yang umum di mana energi disimpan dalam sistem kehidupan. terdiri dari nukleotida dengan gula ribosa dengan tiga gugus fosfat."
Sang guru diam. *Ih, susah juga ya ngobrol sama anak pinter. Gw aja ga kepikiran sampe situ*



*namanya saya samarkan ya.

Laughing at Herself

Kemarin sore, menjelang maghrib, bos yang baru tiba dari perjalanan menemui saya. Intinya, mengulang informasi yang saya dapat beberapa jam sebelumnya dari sang sekretaris. Hari ini saya diminta presentasi di depan para tamu dari sebuah kampus. Presentasinya, bukan tentang unit yang saya pegang saja. Tapi mewakili keseluruhan bidang alias departemen. Yang berarti saya mewakili beliau ini. Saat sang sekretaris selesai memberitahukan, dia bertanya, "Bisa ga?". Saya jawab, "Lah, kalo ga bisa emang gimana?". Ia balas, "Ya harus bisa!". Mudah ditebak.

Maka tadi malam, saya berniat begadang. Dengan dibekali file seadanya dari unit-unit lain, saya mau buat presentasi yang sama sekali baru, bukan warisan dari siapa-siapa. Tapi ternyata badan saya yang telah saya bawa kerja di kantor selama 12 jam, tak cukup kuat diajak begadang. Jadilah saya tidur saat hari ini baru dimulai setengah jam. Pekerjaan saya juga baru selesai setengah. 

Tadi pagi, dengan menyingkirkan pekerjaan lain, menunda jadwal training para guru, saya kebut saja pekerjaan yang setengah lagi. Bahkan saat ada trouble dalam pelatihan karyawan di ruang yang saya kelola, saya cuek saja. Sebelum para tamu datang, presentasi saya selesai, sempat pula di cek oleh sang bos dan dapat pujian dari bos yang emang dari sononya murah pujian. Pe de lah saya.

Tamu datang, sambutan dari sini dari situ, tiba giliran saya. Sejak awal, semua berjalan lancar, meski suara sedikit bergetar saya tetap mengacu pada prinsip-prinsip presentasi yang baik. Dan dari wajah-wajah audiens, saya tau presentasi saya cukup menarik untuk membuat mata mereka tetap terbuka dan mulut mereka tidak menguap. Slide demi slide saya tayangkan. Slide pertama, kedua, dan seterusnya, oke. Saat saya masuk ke bagian inti, saya terkejut. Ternyata saya salah memindahkan file dari komputer ke laptop. File yang saya tayangkan justru file yang saya kerjakan tadi malam, yang masih separo, yang memang nama filenya saya bedakan dengan yang tadi pagi, beda di angka. Yang satu "pre", yang lain "pre1" Blank abis lah saya. Di depan podium saya freeze saja LCD projector dan menceracau tak jelas menuangkan semua yang saya tau tentang departemen ini. Saat saya mengusaikan presentasi,  sang bos, yang bertindak sebagai moderator, mengucapkan terima kasih pada saya di podium karena menggunakan waktu dengan tepat, sesuai jadwal, tidak melebihi seperti pembicara lain. Sepertinya beliau menyadari keanehan (pastinya, dia kan sudah ngecek presentasi saya) maka diambil alihnya bahkan sebelum saya mengucap salam pada audiens. 

Sekarang, para tamu sudah pulang. And I'm laughing at myself out loud. Buahahahahaha............

Thursday, January 28, 2010

Nyanyian Kasmaran

Saya dan teman-teman serumah sedang menyukai lagu-lagu Ebiet G. Ade. Kalau teman-teman guru harus begadang mengerjakan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), kalau ada buku yang ingin segera kami habiskan, atau jika mata menyalang tak mau ditidurkan karena badan lelah bekerja sepanjang hari alias kumat insomnianya, kami akan menyetel lagu-lagu tersebut. Lagu Pak Ebiet cocok di telinga teman-teman penggemar nasyid (yang tidak cocok mendengarkan lagu Bryan Adams), sesuai di telinga teman-teman penggemar musik pop (yang lebih memilih menikmati The Corrs daripada dibuat ngantuk Brothers), dan masuk di telinga saya yang kesukaan terhadap musik tidak bergantung pada genrenya.

Salah satu lagu Pak Ebiet yang bisa membuat saya ikut bernyanyi adalah Nyanyian Kasmaran. Saya tuliskan liriknya di sini ya, semoga Anda juga suka :)

Nyanyian Kasmaran

Sejak engkau bertemu lelaki bermata lembut
Ada yang tersentak dari dalam dadamu
Kau menyendiri duduk dalam gelap
Bersenandung nyanyian kasmaran
Dan tersenyum entah untuk siapa

Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang
Kau pahat langit dengan angan-angan
Kau ukir malam dengan bayang-bayang

Jangan hanya diam kau simpan dalam duduk termenung
Malam yang kau sapa lewat tanpa jawab

Bersikaplah jujur dan tebuka
Tumpahkanlah perasaan yang sarat dengan cinta
Yang panas bergelora

Barangkali takdir tengah bicara
Ia diperuntukkan buatmu
Dan pandangan matanya memang buatmu

Mengapa harus sembunyi dari kenyataan
Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga

Bergegaslah bangun dari mimpi
Atau engkau akan kehilangan
Keindahan yang tengah engkau genggam

Anggap saja takdir tengah bicara
Ia datang dari langit buatmu
Dan pandangan matanya khusus buatmu 

Aah...kapan ya saya bertemu lelaki yang pandangannya khusus buat saya, yang memandang saya dengan halalnya (meracau mode on). Saya yakin takdir saya itu bagus, saya akan bertemu laki-laki terbaik yang mampu membawa saya pada ridhoNya. Kalau tidak, pastilah takdir sedang berkelahi dengan doa di langit, karena hanya doa yang mampu melawan takdir. Bantu doa saya ya dengan ikut mendoakan saya :D

Saturday, January 23, 2010

Penakut? Siapa?

Bayangkan. Jika Anda tinggal di perkampungan di tengah hutan dan rumah Anda terletak di garis terluar kampung itu. Halaman belakang Anda adalah tanah "tak berpenghuni-manusia seluas mata memandang. Yang ada hanyalah pohon rambutan, duren, petai, jengkol, kecapi, melinjo, dan rumpun-rumpun bambu.

Lalu bayangkan. Anda sedang berada di kamar Anda, sendirian. Di malam hari. Di luar hujan begitu deras. Lalu listrik padam. Apa yang akan Anda lakukan? Kalau saya, dan teman-teman serumah saya, berteriak, "YAAAAAA.........." dan secara spontan serentak menggabung di ruang tengah. Duduk berhimpitan. Melly bahkan berkeras ingin duduk di tengah. Lalu kami tiba-tiba menjadi begitu kritis pada penampilan yang lain.
"Mbak dibuka dong mukenanya!"
"Nafa diiket dong rambutnya, jangan digerai!"
"Teh Lia rambutnya jangan dicepol ke atas!"
Semua itu demi meminimalisir imajinasi kami yang kadang datang tanpa permisi.

Setelah keributan mereda, terdengar suara jendela yang mengayun-ayun. Kusennya terhantam-hantam bingkai kaca jendela. Keributan baru terjadi.
"Aaah...jendela siapa tu yang belum ditutup??!"
"Aku udah", jawabku yakin karena saat pulang kantor sore tadi sengaja menengok jendela kamar dan teman sekamarku telah menutupnya. Tapi lalu jadi tak yakin karena teringat jendela kamar saya agak longgar jadi harusnya juga diganjal.
"Jendela Teh Lia?" tanyaku untuk mengemukakan kemungkinan lain.
"Ih, jendelaku gak pernah dibuka!" jawabnya yakin.
"Jendela Melly?"
"Duh, iya deh kayaknya....jendela Melly yang belum ditutup."
"Aaaah......!" kami koor lagi.
"Tutupin dong Mba Winy. Melly ga berani."
"Aku gak mau kalo sendiri. Ya udah kita bareng-bareng aja. ", kata saya.
"Ayo!" jawab Melly.
"Hei, jangan! Nanti aku sendirian," kata Teh Lia yang sedang makan.
"Ya udah Naf, kita berdua! ajakku pada Nafa.
"Yuk!" jawabnya.
"Periksa...periksa...ayo periksa....," kami menyemangati diri sendiri.
Sampai di kamar, kami mendekati jendela dengan ragu-ragu, mengendap-endap, seakan menghadapi musuh yang tak terlihat.
Nafa maju menyingkap jendela.
"AAAAA........!" kami berteriak. Tak jelas kenapa. Hanya meluapkan rasa yang menguat dalam hati saja.
"Ngapain sih kita teriak?" tanya Nafa.
"Ga tau, " saya nyengir.
"Ayo Naf, buka yang satunya, " kataku.
"Mba Winy aja ah," jawabnya.
"Ga mau ah, aku kan tugasnya megangin senter," saya ngeles.
Nafa membuka tirai yang satunya, bersamaan dengan bunyi derit dan hantaman kusen, bam!
"AAAAAaaaaaa...., " kami hambur ke luar kamar. Tertawa-tawa bersama yang lain, geli pada kelakuan kami sendiri.
"Bener tuh jendela Melly yang belum ditutup, " kata Nafa.
Wajah Melly memelas.
"Ayo Naf, kita tutup," tarikku ke kamar Melly.
Saat Nafa menutup jendela, kami berdiam diri dalam tegang dan merinding. Alhamdulillah akhirnya jendela kamar Melly berhasil ditutup. Kami keluar kamar dengan langkah ringan dan pasti.

Tapi....belum juga kami kembali duduk berjejeran demi penghangatan diri dan ketenangan hati, terdengar lagi suara itu, bam!
"Yaah...suara dari mana tuh?" ucap Melly, pertanyaan semua orang.
Saya dan Nafa mencari sumber suara, langkah membawa kami ke kamar Nafa&Teh Lia. Loh kok di sini, pikir saya, bukannya Teh Lia yakin bahwa jendelanya tertutup?
"Ah, masa' sih Naf di sini?" tanya saya.
Nafa menjawab dengan menyingkap tirai kamarnya. Bam!

Adegan pun terulang: kami lari ke luar kamar sambil teriak histeris tak jelas.
"Teteh gimana sih, itu (bunyi) jendela Teteh!" protesku.
Teh Lia dengan wajah tanpa dosa dengan ekspresi bertanya-tanya menjawab tenang,
"Aku gak punya jendela..."
"Aaaargh, jendela KAMAR Teteh!"


*yang menyebalkan dari kejadian ini adalah, besok paginya Melly bilang ke orang-orang yang datang ke rumah kami bahwa saya penakut. Ga sopan se-ga sopan-ga sopannya!*

Di Manakah Aku?

Aku ingat malam itu. Tanggal 28 Desember 2009. Hujan terus menerus mengguyur Kota Kembang. Ba'da isya hujan menderas. Harusnya aku ada di luar sana, memberi manfaat, menjalankan fungsi aku diciptakan. Tapi nyatanya, aku masih berbaring di sini. Di sudut kotak etalase sebuah mini market. Entah sudah berapa lama aku di sini. Belum juga ada yang tertarik membuatku bermanfaat.


Seorang gadis datang dan mengambilku. Mengeluarkanku dari bungkusku dan menjajal kinerjaku. Lalu ia beralih pada teman-temanku, melakukan hal yang sama. Ia terus membanding-bandingkan kami sementara dua orang temannya menyusul, memilih dan memilah kami. Teman si gadis menentukan pilihan pada temanku si abu-abu dan membawanya ke kasir. Aku mulai gelisah. Akankah aku dipilih kali ini? Hujan malam ini harusnya menjadi momen yang cocok untuk pengalaman kerja pertamaku. Si gadis mengambilku lagi. Ia seperti tak dapat memutuskan, apakah akan memilih aku yang berpunggung abu-abu berdada kotak-kotak, si kembang bergagang kayu, atau si abu-abu pink yang cantik.


Aku semakin resah, apalagi si gadis terus menatap si abu-abu pink yang melambai-lambai genit padanya. Si gadis menjajal kami lagi dan memperhatikan label harga di gagang kami. Akhirnya si gadis memutuskan. Aku dibawanya ke kasir. Ah senangnya.....
Kasir memperhatikan si gadis yang hanya membawaku ke mejanya, tanpa belanjaan yang lain. "Mau langsung dipakai?" tanya si kasir sambil mengangguk ke arah tangan si gadis yang masih memegang bungkusku sementara aku sendiri sedang dipindai. "Ya," jawab si gadis singkat sambil menyerahkan uang. Begitulah, selesai dipindai aku langsung difungsikan, melindungi si gadis membelah malam menantang hujan yang terus turun.


Keluar dari mini market, kulihat masjid itu. Beberapa depa dari tempatku. Masjid yang hidup. Selalu ramai di waktu awal-awal sholat. Masjid yang sejuk sekaligus hangat. Aku ingin ke sana, tapi aku tau si gadis pasti tak ingin ke sana. Ia tak akan butuh aku kalau ia hanya ingin ke sana. Si gadis membawaku menyusuri jalan kecil itu. Rupanya ia belum makan malam. Para pedagang mulai menutup tokonya, memberesi warungnya, dan meminta maaf pada si gadis karena hidangannya sudah habis. Akhirnya si gadis dan teman-temannya berbalik arah dan duduk di kursi tukang nasi goreng, satu-satunya pedagang yang masih buka dan menyediakan makanan hangat, meletakkanku di teras rumah terdekat dan memesan makan malamnya. Pukul sembilan malam Gegerkalong Girang telah sangat sepi.


Esok harinya si gadis kembali membawaku berpetualang. Air yang terus tercurah dari langit membuat manfaatku terus diperlukan si gadis. Siang hari kami, si gadis dan teman-temannya, aku dan si abu-abu yang kini dimiliki teman si gadis, menyusuri Dago dalam guyuran. Sore hari giliran Stasiun Timur dan Pasar Baru. Kulihat si gadis yang mulai kelelahan. Stasiun Timur banjir, menambah tantangan mereka. Aku dan si abu-abu bersepakat melindungi mereka sebaik-baiknya dari air yang jatuh dari atas, untuk itulah kami diciptakan.


Saat mereka memasuki Pasar Baru, barulah kami, aku dan si abu-abu beristirahat. Si gadis melipatku dan memakaikan bungkusku. Ia baru membukaku lagi saat harus berjalan ke pinggir rel, mencari buah tangan untuk keluarganya. Hingga si gadis pulang, ia masih terus memetik manfaatku. Ia begitu membutuhkanku. Senangnya aku....


Sekarang belum sebulan berlalu. Tapi aku sedang sedih. Sudah tiga hari aku terpisah dari si gadis. Teman si gadis meminjamku di malam hari untuk mendapatkan pengobatan di suatu tempat. Sampai di tempat itu, si teman meletakkanku di teras. Rupa-rupanya tempat ini ditinggali banyak orang. Orang datang silih berganti. Begitu pula jenisku. Yang kuingat, aku kembali dibawa menembus malam. Dan kini, aku tergeletak di tempat ini. Lembab. Tanpa cangkang. Di manakah gadis itu? Atau lebih tepat, di manakah aku?

Thursday, January 21, 2010

Veronika dan Masa Lajang

Pernah baca Veronika Decides to Die-nya Paulo Coelho? Saya pernah, dipinjami Erma. Ceritanya tentang seorang wanita (yang tentu saja bernama Veronika ) yang saat kehidupannya begitu sempurna (setidaknya dalam pandangan orang lain) ia justru merasa hampa. Ia bukan putus asa. Tapi seperti Michael Jordan yang memutuskan pensiun dari dunia basket saat sedang jaya-jayanya, Veronika memutuskan pensiun dari dunia fana ini saat segalanya ada di tangannya. Ia meminum banyak pil, perutnya harus dipompa, ia selamat, tapi tersadar di rumah sakit jiwa dengan pantauan melekat dari seorang psikiater yang memberi tau bahwa, ia hanya punya beberapa hari untuk hidup.



Dengan begitu sedikitnya waktu yang ia punya, dengan segala keterbatasan hidup di rumah sakit jiwa, ia justru merasa lebih hidup. Menyadari bahwa hidupnya tinggal beberapa hari, ada dorongan dalam dirinya yang membuat ia lebih menghargai hidup. Tiba-tiba ia ingin ke museum di dekat kantornya yang selama ini tak dipedulikannya. Tiba-tiba ia ingin menyapa penjual bunga di pinggir jalan yang selama ini tak mendapat perhatian utamanya. Sesuatu yang akan segera berakhir, habis, hilang, menjadi lebih dihargai, lebih dinikmati.

Nah, bagaimana dengan masa lajang? (Ehem!) Mungkin, dengan menanamkan pikiran bahwa masa lajang akan segera berakhir, saya, dan para jomblo lainnya, akan lebih menikmati masa lajang. Masa di saat bebas menentukan kapan mau jalan, kapan mau tidur. Kapan mau makan, kapan mau lembur. Masa di saat waktu ngobrol, bercanda, berdiskusi, having pajamas party dengan teman sebaya-setara begitu luas-leluasa. Masa di saat bakti kepada orangtua menjadi yang terutama dari semua pilihan, menjadi sebuah fokus tanpa tandingan. Jadi indah kan? Bukan penantian membosankan yang melemahkan semangat.

Sebenarnya banyak contoh lain yang bisa kita gali karena memang manusia baru menyadari nikmat yang diberi padanya ketika nikmat itu dicabut. Tapi gak apa kan kalau saya bahas yang ini saja? Hehe.......
Oh, masa lajangku yang indah.....

Bidadari

Aku tau aku bidadari
Kalau pun bukan, akan kupaksa diriku untuk menjadinya
Tapi aku tak tau apakah aku bidadarimu
Kalau bukan, biarkanlah aku tetap menjadi bidadari
Kalau iya, bantulah aku untuk menjadi bidadari
Bidadari surgamu

Tuesday, January 19, 2010

Musim Duren

musim duren
pagi makan duren
siang makan duren
malam menghabiskan sisa duren

murid-murid, laki-laki perempuan makan duren
guru agama guru bahasa makan duren
guru ipa guru matematika makan duren

pohon duren di mana-mana ada
di samping masjid ada
di belakang kelas dan asrama ada
di kebun dekat hutan lebih banyak lagi nampaknya

orang-orang kampung datang menyengaja
dipelototi satpam cuek saja
menunggu berjam-jam siang malam pun rela
karena duren runtuh sedang masanya

anak-anak pulang sholat membawa duren
karyawan pulang kantor kejatuhan duren
pejabat yayasan bagi-bagi duren
petugas kebersihan beri kursus cara belah duren

musim duren.

Cinangka, Januari 2010

*ga kebayang kalo musim nangka*

Saturday, January 16, 2010

Ga Maksud Nguping, tapi.....

Cukup dengan duduk di ruang-kosong-bersofa-dan-bertivi-baru di sebelah ruang kelas 9 di wilayah murid putra, di waktu zuhur saat mereka menunda pelajaran menuju suara azan, dengan posisi membelakangi jendela, saya dapat mendengar bermaca-macam percakapan dari mereka.

Murid-murid kelas 7 yang datang dari luar Jawa dan masih berusaha beradaptasi, bicara soal makanan:
X: "Asam manis gitu.....bukan asam pedas."
Y: "Rasanya kayak gimana tuh...kayak gimana?"
X: "Yaaah....h ikan kayak gimana sih rasanya."

Murid-murid kelas 8 yang sedang jenuh, mencari siasat:
A: "Eh, dicariin lo sama Pak Huda! Disuruh setor sampe ayat sebelas."
B: "Hmm...gue kabur kemana lagi ya.... males (hadir di pelajaran) tahfidz."

Murid-murid kelas 9 yang sudah lebih solid karena tiga tahun bersekolah dan tinggal bersama, membicarakan kegiatan santai bersama yang sudah jarang bisa mereka lakukan mengingat agenda semakin padat saat Ujian Nasional semakin dekat.
K: "Futsal aja yok di samping (asrama) Ali, "
L: "Gimana yak, gua dah lama ga berenang."
M: "Kita metik duren aja noh di belakang (asrama) Umar. Udah mateng-mateng!"

Murid-murid kelas 10 yang sebagiannya juga masih beradaptasi, berusaha membuat asrama mereka senyaman mungkin.
Anak yang baru masuk tahun ini          : "Kalo kita pengen ada tipi gimana caranya?"
Anak yang sudah masuk sejak kelas 7: "Susah....tapi lo coba aja deketin wali asrama lo. Sambil lo liat ke kantor-kantor, ada tipi nganggur ga..."

Murid-murid kelas 11 yang sedang labil dan kasmaran curhat pada temannya:
Afif: "Mungkin ga ya gue bisa dapetin Sherly."
Uka: "Astaghfirullah Pip......istighfar Pip...!"
Afif: "Gue pingin liat dia gimana caranya ya?"
Uka: "Diri aja di depan kantor guru es-em-pe. Kan keliatan tuh mesjid tholibah, lo liatin dah! Dia kan pasti ke mesjid."
Afif: "Ampun dah, ngeliat kaga mata siwer iya. Boro-boro keliatan, ada juga gue diinterogasi guru yang lagi nongkrong."

Murid-murid kelas 12 yang dianggap paling dewasa dan diharapkan menjadi teladan bagi adik-adiknya, kadang memunculkan sikap kekanakan mereka.
Fuad: "Syifa, ada pasukan tempur lagi!"
Syifa: " Di mana Ad? Gue malah liat kupu-kupu!"
Ahmad: "Emang pasukan tempur apaan si?"
Fuad: "Capung."

Lalu, entah kelas berapa, saya pun mendengar:
Galang: "Eh lo liat gak Kiai yang kemaren ngasih sambutan?"
Nanda: "Iya, kenapa?"
Galang: "Istrinya kan dua!"
Nanda: "Dih, ga tau diri. Udah jelek begitu istrinya dua."

Saya pun cengar-cengir.


*tholibah = murid perempuan. Wilayah murid laki-laki dan perempuan terpisah lembah dan danau kecil.
Nama-nama yang tertera adalah tebakan belaka. Gombal adanya.

Thursday, January 14, 2010

Tentang Melangit dan Jatuh



Laki-laki
selalu bisa membawa kita meninggi melangit mengangkasa
tapi adakah lelaki
yang dapat membawaku kembali ke bumi dengan sentosa?
Umum kutemui lelaki yang meninggalkanku di angkasa
menuju orbit pribadinya
kalau bukan sakit yang kurasa
karena berdebam jatuhnya,
maka telah terbakar terkikis keping hatiku melewati atmosfernya
yang sampai di bumi hanyalah bubuk butiran halusku
maka angin selalu menjadi sahabatku
untuk berbagi
karena ia juga tau bagaimana menerbangkanku
untuk menitip pesan
pada lelaki, bahwa aku sudah di bumi
dan pada butir-butirku yang berserakan, berhamburan di penjuru saat ku menyentuh bumi
agar nanti kami dapat utuh kembali.

Wednesday, January 06, 2010

Catatan Iseng Seorang Pengawas

Cuaca panas. Kipas angin baling-baling yang dipasang di tengah langit-langit ruangan dirasa tak cukup menghilangkan gerah. Aku dikepung rasa kantuk yang tiba-tiba datang, dan jika tidak segera kuusir akan menyergapku telak-telak. Biasanya kantuk tak begitu terasa karena waktu kuhabiskan bersama Facebook. Tapi hari ini aku sedang tak ingin. Jadi beginilah, kuambil pena dan kutulis hal-hal pada momentum ini.

Saaat ini ada dua puluh empat murid di depanku. Ada yang mengunyah permen karet, ada yang makan coklat, ada yang mengulum gula-gula, ada yang mengemil biskuit, tapi tak ada yang benar-benar santai. Mereka semua sedang memeras otak untuk mengerjakan soal-soal Try Out Ujian Nasional.

Di dinding belakang kelas, terpajang dengan jelas, tulisan yang dibuat dengan styrofoam empat warna:
u n  100%
Itulah visi mereka tahun ini, semua lulus Ujian Nasional. Saya jadi teringat styrofoam "ngejreng" lain di asrama mereka, bentuknya angka
85
Itulah nilai minimal rata-rata hasil tryout mereka.

Pekan ini harusnya mereka libur. Tapi pihak sekolah menunda liburan mereka dan memberi pelajaran intensif. Penyebabnya, UN dipercepat.

Ah, murid-muridku, semoga dengan segala target itu, keceriaan kalian tak berkurang, kreativitas kalian tak jadi mandeg, kekompakan kalian tak retak, semangat kalian tak surut, akhlak kalian tetap terjaga, shalat malam tetap terpelihara, tilawah tetap rajin seperti biasa, senyum dan salam pun tak terlupa. Do'a kami agar Allah menguatkan kalian. 

To My Husband


Dear hubby,
There’s a man
He has everything I want from a man
Well, some sides of him I don’t like
But the important thing is, he loves The One I love too
You know who
Now, I want to ask you a question
Is he you?